Persib

Bobotoh
 

MUNGKIN Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) perlu menambahkan satu lema baru yang berasal dari bahasa Sunda, yakni kata bobotoh. Dalam KBBI memang ada kata botoh, yang diberi keterangan bahwa kata ini berasal dari bahasa Jawa. Di sini kata botoh berarti (1) penyabung ayam dsb; (2) pejudi; (3) pelerai; wasit.
Saya yakin para bobotoh Persib Bandung, misalnya, menolak disebut penyabung ayam dan pejudi. Mereka juga pasti tidak sepakat kalau mereka dikelompokkan sebagai pelerai atau wasit—apalagi wasit sepakbola.
Botoh (Jawa) rupanya berbeda arti dengan bobotoh (Sunda), setidaknya menurut dua kamus yang berbeda—meskipun cukup mengherankan bahwa dua kata yang sangat mirip itu berbeda jauh artinya. Menurut Kamus Umum Basa Sunda, yang diterbitkan Lembaga Basa jeung Sastra Sunda, bobotoh berarti purah ngagedean hate atawa ngahudang sumanget ka nu rek atawa keur ngadu jajaten (yang berperan membesarkan hati atau membangun semangat bagi mereka yang akan atau sedang berlomba). Arti ini sesuai dengan pemahaman bobotoh sebagai pendukung tim Maung Bandung.
Dilihat dari popularitas kata ini dalam jagat sepakbola nasional, kata bobotoh layak menjadi bagian dari kamus besar itu.
Namun, lepas dari apakah kelak kata bobotoh masuk KBBI, kata ini sudah identik dengan Persib. Pendukung Persib dikenal dengan sebutan bobotoh dan bobotoh tak bisa dipakai sebagai pendukung tim lain—meskipun sama-sama berasal dari Jawa Barat. Pendukung Persikab Kabupaten Bandung, umpamanya, disebut dengan kata lulugu—meski nyaris tak terdengar gaungnya. Pendukung Persita bukan bobotoh, melainkan lebih dikenal dengan sebutan Benteng Mania. Pendukung Persikabo, Pelita Jabar, dan Persikota juga tak pernah disebut sebagai bobotoh.
Persib memang beruntung memiliki bobotoh, yang jumlahnya niscaya mencapai ratusan ribu—kalau tidak jutaan. Meskipun Persib memiliki kepanjangan Persatuan Sepakbola Indonesia Bandung, pendukungnya tidak sebatas dari Kota Bandung. Bobotoh tersebar di seluruh Jabar, mulai dari Banjar, Ciamis, Tasikmalaya, Cirebon, Kuningan, Karawang, juga yang berada di luar Provinsi Jabar, seperti Jakarta, Tangerang, dan Serang. Bahkan, dari pesan singkat (SMS) yang masuk ke rubrik "Apa Kata Bobotoh" di harian ini, banyak pengirim SMS yang (mengaku) berasal dari Jawa Tengah dan provinsi lain di Indonesia. Tiap Persib menjadi tuan rumah, bahkan hanya untuk laga uji coba, stadion selalu membludak.
Tidak hanya jumlahnya yang sangat banyak, bobotoh juga memiliki fanatisme yang luar biasa. Kalau dikelola dengan baik, bobotoh akan menjadi kekuatan fantastis tidak hanya berupa dukungan di lapangan, tapi juga bisa menjadi pilar untuk keberlangsungan hidup Persib selepas era-APBD.
Tim lain, semisal Persija Jakarta, memiliki pendukung yang sebatas hanya di Ibu Kota. Itu pun harus berbagi dengan pendukung Persitara Jakarta Utara. Pendukung Persebaya Surabaya, yang lebih dikenal dengan sebutan Bonek, hanya terpusat di Kota Surabaya. Pendukung sepakbola di Jawa Timur memang terpecah-pecah menjadi pendukung Persik Kediri, Arema Malang, Deltras Sidoarjo, dan lain-lain.
Satu-satunya tim lain yang memiliki jumlah pendukung dan fanatisme yang hampir serupa dengan bobotoh adalah suporter PSM Makassar. Tiap PSM menjadi tuan rumah, stadion selalu penuh dengan pendukung tim berjuluk Juku Eja ini. Jika PSM berlaga di luar kandang, pendukungnya sampai rela mengarungi laut—seakan-akan para pelaut Bugis—demi menonton tim kesayangan mereka.
Untunglah Makassar berada jauh di Sulawesi. Tak terbayangkan kalau Makassar terletak di Pulau Jawa. Laga antara Persib dan PSM tentu akan membuat Stadion Si Jalak Harupat bergetar hebat

 Prestasi
TAHUN
PRESTASI
SESSION
1993 Runner Up Kompetisi Perserikatan tahun 1933
1934 Runner Up Kompetisi Perserikatan tahun 1934
1936 Runner Up Kompetisi Perserikatan tahun 1936
1937 Juara Kompetisi Perserikatan tahun 1937
1950 Runner Up Kompetisi Perserikatan tahun 1950
1959 Runner Up Kompetisi Perserikatan tahun 1959
1961 Juara Kompetisi Perserikatan tahun 1961
1966 Runner Up Kompetisi Perserikatan tahun 1966
1983 Runner Up Kompetisi Perserikatan tahun 1982/1983
1985 Runner Up Kompetisi Perserikatan tahun 1984/1985
1986 Juara Kompetisi Perserikatan tahun 1986
1990 Juara Kompetisi Perserikatan tahun 1990
1995 Juara Liga Indonesia I tahun 1994/1995
1995 Perempatfinal Piala Champions Asia tahun 1995
2005 Posisi 5 Liga Indonesia Divisi Utama
2006 Posisi 12 Liga Indonesia Divisi Utama
2007 Posisi 5 Liga Indonesia Divisi Utama
2008/09 Posisi 3 Liga Super Indonesia

SEJARAH

Sebelum bernama Persib, di Kota Bandung berdiri Bandoeng Indische Voetbal Bond (BIVB) pada sekitar tahun 1923. BIVB ini merupakan salah satu organisasi perjuangan kaum nasionalis pada masa itu. Tercatat sebagai Ketua Umum BIVB adalah Mr. Syamsudin yang kemudian diteruskan oleh putra pejuang wanita Dewi Sartika, yakni R. Atot.
Atot ini pulalah yang tercatat sebagai Komisaris daerah Jawa Barat yang pertama. BIVB memanfaatkan lapangan Tegallega didepan tribun pacuan kuda. Tim BIVB ini beberapa kali mengadakan pertandingan diluar kota seperti Yogyakarta dan Jatinegara Jakarta.
Pada tanggal 19 April 1930, BIVB bersama dengan VIJ Jakarta, SIVB (Persebaya), MIVB (sekarang PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun), VVB (Persis Solo), PSM (PSIM Yogyakarta) turut membidani kelahiran PSSI dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. BIVB dalam pertemuan tersebut diwakili oleh Mr. Syamsuddin. Setahun kemudian kompetisi tahunan antar kota/perserikatan diselenggarakan. BIVB berhasil masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1933 meski kalah dari VIJ Jakarta.
BIVB kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain yang juga diwarnai nasionalisme Indonesia yakni Persatuan Sepakbola Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetbal Bond (NVB). Pada tanggal 14 Maret 1933, kedua perkumpulan itu sepakat melakukan fusi dan lahirlah perkumpulan yang bernama Persib yang kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai Ketua Umum. Klub-klub yang bergabung kedalam Persib adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi.
Persib kembali masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1934, dan kembali kalah dari VIJ Jakarta. Dua tahun kemudian Persib kembali masuk final dan menderita kekalahan dari Persis Solo. Baru pada tahun 1937, Persib berhasil menjadi juara kompetisi setelah di final membalas kekalahan atas Persis.
Di Bandung pada masa itu juga sudah berdiri perkumpulan sepak bola yang dimotori oleh orang- orang Belanda yakni Voetbal Bond Bandung & Omstreken (VBBO). Perkumpulan ini kerap memandang rendah Persib. Seolah- olah Persib merupakan perkumpulan “ kelas dua “. VBBO sering mengejek Persib. Maklumlah pertandingan- pertandingan yang dilangsungkan oleh Persib dilakukan di pinggiran Bandung—ketika itu—seperti Tegallega dan Ciroyom. Masyarakat pun ketika itu lebih suka menyaksikan pertandingan yang digelar VBBO. Lokasi pertandingan memang didalam Kota Bandung dan tentu dianggap lebih bergengsi, yaitu dua lapangan dipusat kota, UNI dan SIDOLIG.
Persib memenangkan “ perang dingin “ dan menjadi perkumpulan sepakbola satu- satunya bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya. Klub-klub yang tadinya bernaung dibawah VBBO seperti UNU dan SIDOLIG pun bergabung dengan Persib. Bahkan VBBO kemudian menyerahkan pula lapangan yang biasa mereka pergunakan untuk bertanding yakni Lapangan UNI, Lapangan SIDOLIG (kini Stadion Persib), dan Lapangan SPARTA (kini Stadion Siliwangi). Situasi ini tentu saja mengukuhkan eksistensi Persib di Bandung.
Ketika Indonesia jatuh ke tangan Jepang. Kegiatan persepakbolaan yang dinaungi organisasi lam dihentikan dan organisasinya dibredel. Hal ini tidak hanya terjadi di Bandung melainkan juga diseluruh tanah air. Dengan sendirinya Persib mengalami masa vakum. Apalagi Pemerintah Kolonial Jepang pun mendirikan perkumpulan baru yang menaungi kegiatan olahraga ketika itu yakni Rengo Tai Iku Kai.
Tapi sebagai organisasi bernapaskan perjuangan, Persib tidak takluk begitu saja pada keinginan Jepang. Memang nama Persib secara resmi berganti dengan nama yang berbahasa Jepang tadi. Tapi semangat juang, tujuan dan misi Persib sebagai sarana perjuangan tidak berubah sedikitpun.
Pada masa Revolusi Fisik, setelah Indonesia merdeka, Persib kembali menunjukkan eksistensinya. Situasi dan kondisi saat itu memaksa Persib untuk tidak hanya eksis di Bandung. Melainkan tersebar diberbagai kota, sehingga ada Persib di Tasikmalaya, Persib di Sumedang, dan Persib di Yogyakarta. Pada masa itu prajurit- prajurit Siliwangi hijrah ke ibukota perjuangan Yogyakarta.
Baru tahun 1948 Persib kembali berdiri di Bandung, kota kelahiran yang kemudian membesarkannya. Rongrongan Belanda kembali datang, VBBO diupayakan hidup lagi oleh Belanda (NICA) meski dengan nama yang berbahasa Indonesia Persib sebagai bagian dari kekuatan perjuangan nasional tentu saja dengan sekuat tenaga berusaha menggagalkan upaya tersebut. Pada masa pendudukan NICA tersebut, Persib didirikan kembali atas usaha antara lain, dokter Musa, Munadi, H. Alexa, Rd. Sugeng dengan Ketua Munadi.
Perjuangan Persib rupanya berhasil, sehingga di Bandung hanya ada satu perkumpulan sepak bola yakni Persib yang dilandasi semangat nasionalisme. Untuk kepentingan pengelolaan organisasi, decade 1950- an ini pun mencatat kejadian penting. Pada periode 1953-1957 itulah Persib mengakhiri masa pindah- pindah sekretariat. Walikota Bandung saat itu R. Enoch, membangun Sekretariat Persib di Cilentah. Sebelum akhirnya atas upaya R.Soendoro, Persib berhasil memiliki sekretariat Persib yang sampai sekarang berada di Jalan Gurame.
Pada masa itu, reputasi Persib sebagai salah satu jawara kompetisi perserikatan mulai dibangun. Selama kompetisi perserikatan, Persib tercatat pernah menjadi juara sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1961, 1986, 1990, dan pada kompetisi terakhir pada tahun 1994. Selain itu Persib berhasil menjadi tim peringkat kedua pada tahun 1950, 1959, 1966, 1983, dan 1985.
Keperkasaan tim Persib yang dikomandoi Robby Darwis pada kompetisi perserikatan terakhir terus berlanjut dengan keberhasilan mereka merengkuh juara Liga Indonesia pertama pada tahun 1995. Persib yang saat itu tidak diperkuat pemain asing berhasil menembus dominasi tim tim eks galatama yang merajai babak penyisihan dan menempatkan tujuh tim di babak delapan besar. Persib akhirnya tampil menjadi juara setelah mengalahkan Petrokimia Putra melalui gol yang diciptakan oleh Sutiono Lamso pada menit ke-76.
Sayangnya setelah juara, prestasi Persib cenderung menurun. Puncaknya terjadi saat mereka hampir saja terdegradasi ke Divisi I pada tahun 2003. Beruntung, melalui drama babak playoff, tim berkostum biru-biru ini berhasil bertahan di Divisi Utama.
Sebagai tim yang dikenal tangguh, Persib juga dikenal sebagai klub yang sering menjadi penyumbang pemain ke tim nasional baik yunior maupun senior. Sederet nama seperti Risnandar Soendoro, Nandar Iskandar, Adeng Hudaya, Heri Kiswanto, Adjat Sudradjat, Yusuf Bachtiar, Dadang Kurnia, Robby Darwis, Budiman, Nuralim, Yaris Riyadi hingga generasi Erik Setiawan merupakan sebagian pemain timnas hasil binaan Persib.